Hari
suci atau rerahinan sering juga
disebut hari raya. Hari suci atau hari raya (rerahinan) adalah hari yang
diperingati atau diistimewakan, berdasarkan keyakinan bahwa hari itu mempunyai
makna dan fungsi yang amat sangat penting bagi kehidupan seseorang (umat), baik
karena pengaruhnya maupun karena nilai-nilai yang terkandung didalamnya
sehingga dirasakan perlu untuk diingat, disucikan dan dirayakan. Memperingati
perayaan hari suci tersebut dapat bersifat rutin dan juga bersifat insidentil,
tergantung pada nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Pada ajaran agama hindu
hari raya yang dirayakan secara khusus di sebut dengan hari suci sedangkan yang
dirayakan dengan cara biasa-biasa saja di sebut dengan Rerahinan dalam Lontar Çundari gama di jelaskan sebagai
berikut :
“Atta risada kala wayuttama, pusucen ira
Sang Hyang, iniring de watek Dewata kabeh, gandarwa-gandarwi, apsara-apsari,
rsigana, tumuta Dewa pitara kanguwus mangaskara, areresikayogasemadhi, ngastiti
jagat, pramodataya, nguni nurun maring bhuwana akasa. Ngalayang ikang
prajamandala, asung sukertaring manusa kabeh tekeng sarwa tunitet, ranang kana
hyang irawwang umilu ring stutinira Hyang saha widhi widhana, haturakna ring
Bhatara nahan ta kramanya”.
Artinya :
Pada hari yang
baik, hari raya yang di sebut dengan pesucian Hyang, yang di ikuti oleh para
Dewata, para gandarwa-gandarwi, para widyadara-widyadari, Rsi Gana, di ikuti
oleh Hyang pitara yang telah di sucikan, sehingga dapat mencapai alam sorga,
demikian pula pitara yang ada di alam pitara, semua itu ikut serta memanfaatkan
hari suci, beryoga Semadhi untuk keselamatan dunia, karenanya bersemangatlah
beliau bersemayam di dunia dan akasa. Maka menjadi sucilah dunia ini,
seakan-akan melimpahkan ketentraman baik terhadap semua manusia maupun terhadap
segala mahluk yang di takdirkan ke dunia. Demikianlah, manusiapun berkenan ikut
serta melaksanakan cinta kasih, seperti yang di limpahkan oleh Sang Hyang
Widhi, berbhakti dengan Upacara yang di persembahkan kepada para Bhatara, demikianlah
caranya.
(Suandra, 2003: 3)
Hari
suci Tilem Kaulu jika kita lihat dari stuktur kata terdiri dari dua kata yaitu
Tilem dan Kaulu. Menurut I Wayan Simpen (1985; ) Tilem diartikan bulan mati,
panglong pang 15. Jika didasari dengan sistim perhitungan hari tertentu Tilem (Bulan Mati) termasuk dalam sistim
Tithi yaitu perhitungan hari suci yang dihubungakan dengan keberadaan bulan
(lunar). Sedangkan Kaulu asal katanya yaitu ulu
(kamus Bahasa Bali, 1985) yang berarti delapan dalam kata bilangan. Dalam kamus
bahasa Bali Indonesia
(1993) Kaulu diartikan bulan bali ke
delapan dalam tahun bulanan jatuhnya pada bulan januari-pebruari (sasih kaulu). Dalam perhitungan kalender
bali dengan adanya sistim Pangalantaka, maka umur satu sasih bisa 30 hari, tetapi bisa juga 29 hari
tergantung kapan terjadinya Pangalantaka yang menyebabkan umur sasih yang bersangkutan hanya 29 hari. Maka
dapat disimpulkan bahwa Tilem Kaulu merupakan hari raya yang jatuh setiap satu
tahun sekali dimana Tilem untuk kedelapan kalinya.
No comments:
Post a Comment